MAKALAH
FILSAFAT IBNU SINA
Makalah ini disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
SEMESTER
IV
TAHUN
AKADEMIK 2012/2013
Disusun
Oleh :
Eti Purwanti
Martiani Syari’ah
Uswatun Khasanah
Dosen Pengampu :
Ahmad Maliki, S.Ag., M.Hum.
Jurusan :
Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam (PAI)
BPP-UNIVERSITAS ISLAM AMIRUL MU’MININ
Jl. Prapatan
Warureja No. 23, Margasari, Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah
-----
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL HUDA AL-AZHAR
(STAIMA) CITANGKOLO, BANJAR
2013
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam
banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi
juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah
satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem
filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi
tradisi filsafat muslim beberapa abad.
Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi
karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis
jiwa yang jenius dalam menemukan metode - metode dan alasan - alasan yang
diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi
intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem
keagamaan Islam.
B.
Rumusan
Masalah
a)
Siapakah
Ibnu Sina?
b)
Apa saja
karya-karya yang dihasilkan oleh Ibnu Sina?
c)
Apa saja
pemikiran filsafat yang dikemukakan oleh Ibnu Sina?
C. Tujuan Penulisan
a)
Untuk mengetahui sejarah
singkat tentang Ibnu Sina.
b)
Untuk mengetahui Karya-karya
Ibnu Sina.
c)
Untuk mengetahui pemikira
filsafat yang di kemukakan oleh Ibnu Sina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Sina
Nama lengkapnya
Abu Ali al-husein ibn Abdullah ibn al-Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia dilahirkan di
desa Afsyanah, dekat Bukhara, Transoxiana (persia utara) pada 370 H (±980M).
Ayahnya berasal dari kota balakh kemudian pindah ke bukharah pada masa raja Nuh
ibn manshur dan diangkat oleh raja sebagi penguasa di kharmaitsan, satu wilayah
di kota bukharah.
Ia mempunyai ingatan
dan kecerdasan yang luar biasa sehingga di usia 10 tahun telah mampu menghafal
Al-Qur’an, sebagian besar sastra arab, dan ia juga hafal kitab metafisika
karangan aristoteles setelah di bacanya empat puluh kali, kendatipun ia baru
memahaminya setelah membaca ulasan Al-Farabi[1].
Ibnu Sina mempelajari
beberapa bidang ilmu pengetahuan, antara lain[2]:
1)
Ilmu ilmu agama
Dimulainya belajar
Qur’an pada tahun 375 H, sewaktu umur baru 5 tahun. Kemudian terus mempelajari
ilmu-ilmu islam yamg lainnya seperti tafsir, fikih, ushuluddin, tasawuf dan
lainnya.
2)
Ilmu-ilmu filsafat
Setelah umurnya
mencapai 10 tahun dia sudah menguasai ilmu-ilmu agama, ayahnya mulai
menyuruhnya belajar ilmu falsafah dengan segala cabangnya. Dia di suruh belajar
kepada saudagar rempah-rempah untuk mempelajari ilmu hitung india.
3)
Ilmu politik
Tidak kurang pentingnya
untuk diketahui, bahwa ilmu politik sudah diperkenalkan kepada ibnu sina pada
umur mudanya. Ayahnya adalah tokoh terkemuka dari aliran “isma’iliyah” dari
partai syi’ah. Pada waktu itu pemimpin propogandis aliran tersebut yang
berpusat di mesir di bawah pimpinan Fathimiyah, sering kali berkunjung
dan berunding dengan ayahnya, untuk meluaska sayap partai itu ke daerah
bukhara. Ibnu sina selalu disuruh duduk mendengarkan segala uraian politik
mereka. Saudaranaya Abdul harist mengikuti aliran ayahnya, menjadi pengikut
yang setia dari partai isma’iliyah, tetapi ibnu sina tidak pernah tertarik dengan
aliran itu.
4)
Ilmu kedokteran
Di dalam tingkat terakhir, Ibnu Sina
tertarik kepada ilmu kedokteran. Dia mempelajari ilmu itu
sewaktu umurnya 16 tahun, dan dalam waktu 18 bulan (1½ tahun) selesailah ilmu
itu ia kuasainya.
Sewaktu berumur 17
tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah
mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak
itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi
perpustakaan yang penuh dengan buku-buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya
dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar,
maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar
orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu[3].
B.
Karya-Karya Ibnu Sina
Pada usia 20 tahun ia
telah menghasilkan karya-karya cemerlang, dan tidak heran kalau ia menghasilkan
267 karangan di antara karangan nya yang terpenting adalah[4]:
1)
Al – syifa’ latinnya sanatio (penyembuhan),
ensiklopedi yang ter diri dari 18 jilid mengenai fisika, metafisika dan
matematika. Kitab ini di tulis ketika menjadi mentri di Syams al-Daulah dan
selesai masa ala’u al-Daulah di isfahan.
2)
Al- Najah, latinnya salus (penyelamat),
keringkasan dari as-Syifa’.
3)
Al-Isyaroh wa al-tanbihah (isyarat dan
peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4)
Al-Qonun fi al-tibb, ensiklopedi medis dan
setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku pedoman pada
Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5)
Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6)
Hidayah al-Rais li al- Amir
7)
Risalah fi al-Kalam ala al-Nafs al-Nathiyah
8)
Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
C.
Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Berkaitan dengan
metafisika, Ibnu Sina juga membicarakan sifat wujudiyah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas
segala sifat lain, walaupun esensi sendiri. Esensi, dalam faham Ibnu Sina
terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat
tiap esensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud,
esensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi.
Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu
menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialisasi dari filosof - filosof
lain.
Kalau dikombinasikan, esensi dan wujud dapat
mempunyai kombinasi berikut :
a) Esensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal
yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina yaitu sesuatu yang mustahil berwujud (mamnu’ul wujud/impossible being). Contohnya, adanya sekarang ini
juga kosmos lain di samping kosmos yang ada.
b) Esensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula
tidak mempunyai wujud. Yang serupa ini disebut mumkin yaitu sesuatu yang
mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud (mumkinul wujud/ contingent being). Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya
tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
c) Esensi yang tak boleh tidak mesti mempunyai
wujud. Disini esensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Esensi dan wujud adalah
sama dan satu. Di sini esensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian
berwujud, sebagaimana halnya dengan esensi dalam kategori kedua, tetapi esensi
mesti dan wajib mempunyai wujud selama - lamanya. Yang serupa ini disebut mesti
berwujud (waibul wujud/ necessary being) yaitu Tuhan. Wajib al wujud inilah yang
mewujudkan mumkin al wujud.
Dengan demikian, tuhan
adalah unik dalam arti Dia adalah Kemaujudan yang Mesti, segala sesuatu selain
Dia bergantung kepada diri dan keberadaan tuhan. Kemaujudan yang mesti itu
harus satu. Nyatanya, walaupun di dalam kemaujudan ini tak boleh terdapat
kelipata sifat-sifat Nya. Tetapi tuhan mempunyai esensi lain, tak ada antribut
antribut lain kecuali bahwa Dia itu ada, dan mesti ada. Ini dinyataka Ibn Sina
dengan mengatakan bahwa esensi tuhan identik dengan keberadaan Nya yang mesti
itu. Karena tuhan tidak berensensi maka Dia mutlak sederhana dan tak
dapat di definisikan.
Ibn Sina adalah
penganut faham emanasi Ia berpendapat bahwa dari tuhan memancar akal
pertama. Sekalipun tuhan terdahlu dari segi zat, namun tuhan dan akal pertama
adalah sama-sama azali. Selajutnya ibn Sina berpendapat, berbeda dengan al
farabi, bahwa akal pertama mempunyai dua sifat: sifat wjib wujudnya sebagai
pancaran dari Allah dan sifat mungkin wujudnya jika di tinjau dari hakikat
dirinya. Dengan demikian Ia mempunyai tiga objek pemikiran:
a) Tuhan, Dari pemikiran tentang tuhan timbul akal-akal
b) Dirinya sebagai wajib wujudnya, Dari pemikiran ini timbul jiwa-jiwa
c) Dirinya sebagai mungkin wujudnya, Dari pemikiran ini timbul langit-langit
Untukmembuktikan adanya jiwa Ibn Sina mengajukan beberapa Argumen yakni:
a) Argumen Psikofisik
Untuk pembuktian ini
Ibn sina mengatakan bahwa gerak dapat di bedakan kepada gerak terpaksa,
yakni gerak yang didorong unsur luar. Dan gerak tidak terpaksa . gerak
yang tidak terpaksa ada kalanya terjadi karena hukum alam, seperti jatuhnya
batu dari atas kebawah, ada juga yang menentang hukum alam, seperti manusia
berjalan di kulit bumi ini. Menurut hukumm alam manusia harus diam di tempat
karena mempunayi berat badan sama dengan benda padat. Gerak di luar hukum alam
ini tentu terdapat unsur tertentu diluar tubuh itu sendiri.
b) Argumen “Aku” dan kesatuan fenomena psikologis.
Untuk membuktikan
argumen ini, Ibn Sina membedakan aku sebagai jiwa, dan badan sebagai alat.
Ketika seseorang mengatakan aku akan tidur, maksudnya bukan ia akan pergi ke
tempat tidur atau memejamkan mata dan tidak menggerakkan badan, tetapi
adalah seluruh pribadi yang merupakan aku. Aku menurut pandangan Ibn Sina adalah
bukanlah fenomena fisik, tetapi adalah jiwa dan kekuatannya.
c) Argumen kelangsungan (kontinuitas).
Menurut Ibn Sina hidup
rohaniah kita hari ini berkaitan dengan hidup kita yang kemarin tanpa ada tidur
atau kekosongan. Jadi hidup adalah berubah dalam satu untaian yang tidak
putus-putus.
d) Argumen manusia terbang di udara
Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu Sina dan yang paling jelas
menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan
dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya untuk memberikan keyakinan.
Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut : “Andaikan ada seseorang yang
mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun jasmani, kemudian ia menutup
matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya
kemudian ia diletakkan di udara atau dalam kekosongan, sehingga ia tidak
merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan, dan anggota –
anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai saling
bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun orang tersebut tidak
akan ragu – ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar dapat menetapkan
wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak mempunyai pikiran
sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya adalah wujud yang
tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga dimensi).
Kalau pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan) ada
tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya, tidak
timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber lain
yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.
Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal
intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut
tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan
menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu
Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil
semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat
berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu
dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi
yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi – nabi.
Jadi wahyu dalam pengertian teknis inilah yang mendorong manusia untuk
beramal dan menjadi orang baik, tidak hanya murni sebagai wawasan intelektual
dan ilham belaka. Maka tak ada agama yang hanya berdasarkan akal murni. Namun
demikian, wahyu teknis ini, dalam rangka mencapai kualitas potensi yang
diperlukan, juga tak pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut
tidak memberikan kebenaran yang sebenarnya, tetapi kebenaran dalam selubung
simbol – simbol. Namun sejauh mana wahyu itu mendorong ?. Kecuali kalau nabi
dapat menyatakan wawasan moralnya ke dalam tujuan – tujuan dan prinsip –
prinsip moral yang memadai, dan sebenarnya ke dalam suatu struktur sosial
politik, baik wawasan maupun kekuatan wahyu imajinatifnya tak akan banyak
berfaedah. Maka dari itu, nabi perlu menjadi seorang pembuat hukum dan seorang
negarawan tertinggi – memang hanya nabilah pembuat hukum dan negarawan yang
sebenarnya.
Mengenai tasawuf,
menurut ibnu sina tidak dimulai dengan zuhud, beribah dan meninggalkan
keduniaan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sufi sebelumnya. Ia
memulai tasawufnya dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati
dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari akal fa’al. Dalam
pemahaman ibnu sina bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya
dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak kepada
ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya
tuhan dengan manusia atau bertempatnya tuhan di hati manusia tidak diterima
oleh ibnu sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada tuhannya, tetapi
melalui perantara untuk menjaga kesucian tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak
kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali perhubungan antara manusia dengan tuhan
saja. Karena manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut.
Pancaran dan sinar ini tidak langsung keluar dari allah, tetapi melalui akal
fa’al.
Berkaitan dengan
anggapan bahwa ittihad dapat membawa bersatunya makhluk dengan penciptanya
tidak dapat diterima akal sehat, karena hal ini mengharuskan sesuatau menjadi
satu dan banyak pada waktu yang sama.
Ibn Sina menggambarkan
sebab atau wakil di mulai dengan sebab ini. mutakallimun berpendapat bahwa
pencipta alam adalah sebagai akibat dari atau hasil dari tuhan yang bertindak
sebagai pencipta. Pendapat ini digunakan berbagai istilah dalam bahasa arab yang artinya sama
dengan penciptaan, penghasilan, pembuatan, pekerjaan, pembawaankepada wujud dan
lain – lain. Seperti arsitek, sebelum arsitek membuat rumah, rumah itu tidak
ada, kalau rumah itu sudah ada berarti rumah itu sudah tidak membutuhkan lagi
wakil atau sebab untuk ada. Penciptaan alam oleh tuhan berbeda dengan pembuatan
sebuah rumah oleh arsitek :
a.
Rumah kalau sudah dibangun ia
tidak perlu lagi wakil, sedangkan alam selamanya perlu wakil. Sesudah dia diciptakan, ia butuh terus kepada tuhan.
b.
Wakil adalah dalam waktunya
mendahului dari rumah itu. Dengan
perkataan lain, sebab mendahului perbuatan
dalam segala perbuatan yang terjadi dalam alamTuhan adalah sebab yang efisien
dari alam, tidak perlu didahului oleh waktu. Dengan kata lain ibnu sina memandang antara
sebab dan akibat, walaupun bagaimana sebab itu, datang juga dari sebab.
Ibnu sina mengarang sebuah karangan tentang Al-Isyk (Kehendak). Dia berkata
: “kehendak adalah unsur murni dari wujud. Kemudian wujud makhluk dijelmakan
oleh kehendak dan bersatu dengan dirinya sendiri atau wujud dan kehendaknya
adalah sama”. Dalam bagian ini ibnu sina berkata : “teranglah, bahwa
dalam setiap makhluk terdapat suatu kehendak batin. Kehendak batin ini dengan
kebutuhannya menjadi sebab dari penciptanya. Setiap unsure ditemani kehendak
batin yang senantiasa kelihatan padanya, yang menyebabkan wujudnya”. Pengertian
ini menjadi bentuk filsafat cahaya akal dari ibnu sina. Pendiriannya yang
menolak gambaran tuhan sebagai wakil sebab, memungkinkan orang tuk mempelajari
pendiriannya tentang Tuhan Maha Mengatur.
Diterangkan dalam kitab Al-Isyarat :”Maha tahu adalah perwakilan dalam
undang alam semesta, dalam pengetahuan abadi, dalam suatu waktu tertentu”.
Undang pelimpahan tuhan dalam bentuk hirarki dan kekhususan adalah dengan
pelimpahan rasionil. Keterangan tersebut menyebabkan orang dapat melihat
bagaimana ibnu sina menguraikan tentang sifat Maha Tuhan dan mengenai baik dan
buruk. Orang akan merasa pesimis dan memberikan uraiannya bahwa antara baik dan
buruk, baiklah yang akan menang. Tuhan menghendaki baik oleh karena itu ia
menyempurnakan wujud-Nya. Makhluk adalah baik dan kesempurnaan makhluk itu
adalah terdapat dalam segala makhluk. Karena segala kebaikan dan kesempurnaan
datang dari tuhan. Sebab tuhan itu mempunyai sifat Rahman dan Rahim, ia akan
menjelma dalam setiap yang dikuasaiNya.
Ibnu Sina menggambarkan tentang pengertian benda itu sebagai seorang
perempuan yang tidak cantik yang memakai topeng sehingga dia tampak cantik
sekedar untuk menutupi ketidakcantikannya. Oleh karena itu, perempuan tidak
dapat terpisah dari topeng tersebut, topeng tersebut memberi kecantikan padanya. Tuhan sebagai puncak makhluk, maka tuhan pula
merupakan puncak rupa depan yang memberi nikmat. Kita harus mengenal tuhan sebagai wakil sebab. Nafsu adalah sebab akhir dari makhluk yang mencoba memperoleh
kesempurnaan dan kebaikan.
Undang alam semesta adalah sebaik – baik undang makhluk, dan dunia kita
adalah sebaik – baik alam yang dapat difahamkan oleh otak manusia. Selama dunia
ini tersusun dari kebutuhan dan kemungkinan, dunia ini terjadi dari benda
bentuk, potensi dan hakikat, kejahatan selamanya aka nada, kejahatan lebih
sedikit daripada kebaikan dan kejahatan itu bersifat negative dan kebaikan itu
bersifat positif. Kejahatan timbul dari makhluk sendiri.
Pengetahuan manusia
terbatas, dia tidak dapat mengerti hikmah yang berada dalam kejahatan tuhan
tidak melihat kepada sesuatu pendirian kita yang terbatas, akan tetapi tuhan
memandang secara keseluruhannya terletak dalam aturan hirarki yang turun dari
tuhan. Untuk membuktikan bahwa tuhan maha mengetahui, ibnu sina pernah
menghadapi tiga buah pernyataan yang berlawanan, yaitu :
a.
Tentang pendirian filsafat
aristoteles yang mengatakan bahwa tuhan berada diluar
alam.
b.
Tesis Alqur’an yang mengatakan
: “tuhan adalah maha tahu akan segala yang tidak terlihat. Tidak ada sebutir
atom atau lebih kecil dari itu atau lebih besar di langit dan di bumi yang
tersembunyi kepada-Nya, itulah seterang – terangnya bukti” (Surat 34/4)
c.
Tentang pendapat Plato dan
Neoplatenis, yang mengatakan bahwa tuhan adalah
prinsip pertama, Yang Esa dan Dia jauh dari apa
yang dapat disifatkan oleh pengetahuan , sebab dengan meletakkan kepada Tuhan
pengetahuan. Dia mempunyai sifat yang rangkap yaitu tahu dan pengetahuan.
Dalam An-Najat ibnu sina berkata : “Kebenaran pertama, jika ia tahu dirinya
sendiri, dia tahu bahwa Dia adalah dasar pertama dari makhluk dan segala
sesuatu yang keluar daripada-Nya”. Putusan paham ibnu sina diberikannya, bahwa
ilmu Tuhan tentang kekhususan adalah didasarkan pada pokok pelajaran sebab
musabab. Segala sesuatu berkehendak kepada hubungan sebab dan akibat.
Menurut ibnu sina akal merupakan suatu kekuatan yang terdapat dalam jiwa.
Ada dua macam akal yaitu : akal manusia dan akal aktif. Semua pemikiran yang
muncul dari manusia sendiri untuk mencari kebenaran disebut akal manusia.
Sedangkan akal aktif adalah semua pemikiran manusia yang mendatang kedalam akal
manusia dari limpahan ilham ke-Tuhanan. Ibnu sina juga terkenal dengan
rumusannya yaitu : akal (pemikiran) membawa alam semesta ini kedalam bentuk – bentuk.
Rumusan ibnu sina diambil alih oleh seorang pendeta Dominican Albertus Magnus
(1206 - 1280) yang dikemukakan di dunia barat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf,
ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagianUzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif
dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan
Diantara karya dari
ibnu sina yang terpenting adalah
1)
Al – syifa’ latinnya sanatio (penyembuhan)
2)
Al- Najah, latinnya salus (penyelamat),
keringkasan dari as-Syifa’.
3)
Al-Isyaroh wa al-tanbihah (isyarat dan
peringatan), mengenai logika dan hikmah.
4)
Al-Qonun fi al-tibb, ensiklopedi medis dan
setelah diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi buku pedoman pada
Universitas-Universitas di Eropa sampai abad XVII
5)
Al-Hikmah al-‘Arudhiyyah
6)
Hidayah al-Rais li al- Amir
7)
Risalah fi al-Kalam ala al-Nafs al-Nathiyah
8)
Al-mantiq al-Masyriqiyyin (Logika timur)
Ibnu sina juga
mengemukakan pemikirannya tentang filsafat,antara lain :
1)
Filsafat Metafisika
2)
Filsafat jiwa
3)
Filsafat kenabian
4)
Filsafat tasawuf
5)
Hukum sebab musabab
6)
Tuhan maha pengatur dan maha tahu serta
7)
Pandangan hidup tentang akal
DAFTAR PUSTAKA
Hasyimsyah Nasution, filsafat
islam,1999,jakarta timur :Gaya media pratama
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam
Islam,1992,Jakarta : Bulan Bintang
Sudarsono, filsafat
islam,2004,jakarta : PT Rineka cipta
Posted 1st
December 2012 by
Tidak ada komentar :
Posting Komentar